Nama : Hafizh Kurniawan
Npm : 43113839
Peretas Ekspor Beras
KOMPAS.com - Tak ada yang mengira kalau dara ini salah
satu sosok penting di balik suksesnya Indonesia mengekspor beras organik untuk
pertama kali. Dia akrab dengan petani.Ia bersentuhan langsung dengan mereka.
Dia juga bukan tipikal pengusaha yang gemar menekan petani kecil.
”Aku mau
petaniku menjadi yang paling maju, paling sejahtera hidupnya, dengan menjadikan
mereka sebagai pengusaha kecil,” kata Emily Sutanto, pendiri sekaligus Direktur
Utama PT Bloom Agro, di Tasikmalaya, Jawa Barat.
Dengan bendera PT Bloom Agro yang ia dirikan setahun lalu, Emily mengekspor beras organik bersertifikat ke Amerika Serikat. Tahap awal pengiriman sebanyak 18 ton.Pengapalan ekspor beras organik perdana ini dilakukan pada Minggu (30/8) melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Dengan bendera PT Bloom Agro yang ia dirikan setahun lalu, Emily mengekspor beras organik bersertifikat ke Amerika Serikat. Tahap awal pengiriman sebanyak 18 ton.Pengapalan ekspor beras organik perdana ini dilakukan pada Minggu (30/8) melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Beras organik
yang diekspor tak sembarang organik, tapi organik bersertifikat.Kata
”bersertifikat” sekadar membedakan produk beras organik ini dengan beras
”organik” yang ada di pasaran, tetapi sesungguhnya tak mengikuti standar
produksi beras organik.
Sertifikat
beras organik dikeluarkan Institute for Marketecology, lembaga sertifikasi
organik internasional, berbasis di Swiss, yang terakreditasi mendunia.
Logo
sertifikat yang dikeluarkan pun tak tanggung-tanggung, langsung untuk tiga
negara, yakni AS dengan US Department of Agricultural National Organic Program,
Uni Eropa, dan Jepang dengan Japanese Agricultural Standard.
Dengan
kata lain, beras organik itu sudah mendapatkan ”paspor” untuk masuk ke
negara-negara yang paling ketat memberlakukan sistem keamanan pangannya di
dunia.
Beras
organik ini diproduksi oleh para petani kecil di tujuh kecamatan di
Tasikmalaya, Jabar. Mata
rantai dalam sistem perdagangan pun mengadopsi prinsip fair trade, yang oleh
Menteri Pertanian Anton Apriyantono disebut-sebut sebagai yang pertama
dilakukan oleh pengusaha beras ekspor Indonesia.
Dengan
mengadopsi prinsip fair trade atau sistem perdagangan berkeadilan, tujuan
menyejahterakan petani bukan lagi omong kosong. Bila suatu kali kedapatan
petani organik mengalami tekanan harga, pemutusan kontrak kerja sama ekspor
terjadi.
Oleh
karena alasan fair trade dan kemanusiaan itulah, Emily tak akan mau menekan
harga beli beras. Usaha penggilingan padi yang dapat memberikan nilai tambah
bagi petani yang dikelola Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Simpatik bantuan
Departemen Pertanian ini dibiarkan tumbuh bersama.
Dia tak
harus membeli beras dari petani, tetapi cukup melalui Gapoktan Simpatik agar
petani mendapat nilai tambah.Gabah organik setelah diproses di penggilingan
milik petani menjadi beras dibeli Emily dengan harga Rp 8.000 per kilogram. Dengan harga beli yang tinggi, Gapoktan
membeli gabah kering pungut dari petani anggotanya dengan harga Rp 3.500 per
kilogram atau lebih tinggi Rp 1.500 dibandingkan gabah nonorganik.Pada tahap
ini jalur perdagangan semakin pendek dan tidak ada celah bagi tengkulak.
Semakin
mantap lagi posisi petani ketika model penanaman padi dengan sistem intensif
membuat ada petani yang mampu meningkatkan produktivitas padinya hingga
menghasilkan 10 ton gabah kering panen. Dengan
produktivitas setinggi itu, pendapatan kotor petani dalam satu musim tanam
(empat bulan) bisa sekitar Rp 35 juta.Apabila dalam setahun padi bisa ditanam
tiga kali, pendapatan kotor petani dengan lahan 1 hektar dapat menembus Rp 105
juta.
Mulai dari nol
Kisah perjumpaan Emily dengan beras organik
terjadi secara tidak sengaja. Peraih gelar master bidang Manajemen
Internasional dan Mass Communication dari Pepperdine University, Los Angeles,
California, dan Bond University, Australia, ini pada awal 2008 ditawari Solihin
GP, yang dia sebut sahabat keluarganya.
”Bapak
Solihin GP waktu itu mengatakan, ’Mau enggak kamu bantu petani? Mereka (petani)
mau ekspor beras organik, tetapi pemerintah belum bisa berbuat apa-apa’,” kata
Emily mengutip permintaan mantan Gubernur Jabar itu.
Kala itu
Emily masih ragu. Dia sangsi, apa benar ada beras yang benar-benar organik di
Indonesia. Karena gamang, ia lalu pergi ke Tasikmalaya, dan melihat langsung
proses produksi beras organik.
Emily
terpana. Mengapa selama ini konsumen beras organik dunia
hanya tahu beras organik Thailand saja? Padahal,
di Indonesia beras organiknya jauh lebih bagus. Produk
beras organik yang dihasilkan begitu orisinal.Secara fisik, beras organik itu
lebih empuk dan berat, pertanda banyak kandungan serat dan vitamin.
Proses
produksinya juga penuh cinta karena dilakukan secara tradisional. Makin
terpikat lagi Emily ketika tahu semangat petani yang berapi-api untuk
mengekspor beras organik itu.Namun, mereka tak tahu bagaimana caranya.
”Kalau
beras organik dari petani bisa diekspor, ini bisa memacu semangat petani untuk
lebih maju,” katanya.
Langkah
selanjutnya giliran sertifikasi. Emily menjalani proses ini sampai tiga bulan.
Dia memerlukan sertifikasi itu, dengan pertimbangan agar ke depan produksi
beras organik bisa berkelanjutan. Di sini perlu diterapkan sistem pengawasan
yang dilakukan internal dalam kelompok antarpetani.Dalam hal ini kejujuran
petani benar-benar diuji.
Setelah
produknya beres, mulailah ia melirik pasar ekspor. Kebetulan dari Cornell
University, AS, juga sedang menggarap produk pertanian organik.Jadilah dia
dipertemukan dengan calon pembeli, Lotus Foods, yang sangat mendukung program
pelestarian lingkungan.
Perbedaan
Bagi Emily, merintis jalan ekspor tidak mudah.
Apalagi, sejak usia sembilan tahun ia tinggal di Singapura, AS, dan Australia
untuk belajar. Baru sekitar dua tahun lalu dia kembali ke Indonesia.Untuk
berkomunikasi dia tak hanya terkendala budaya, tetapi juga bahasa.
Sambil
merintis jalan, Emily belajar bahasa Indonesia. Tak jarang, budaya lugas dan
cara mengatasi masalah yang tidak bertele-tele seperti yang kerap dia lakukan
selama tinggal di luar negeri terbentur budaya petani yang kerap bersikap
pasrah.
Ketika
ada persoalan menyangkut hama penyakit, misalnya, Emily langsung bertanya
mengapa bisa terjadi dan bagaimana solusinya. Pada awalnya petani takut-takut
menjawabnya karena mengira Emily marah. Lama-kelamaan mereka bisa memahami cara
kerja dia. Apalagi, ketika Emily kerap mengajak petani lesehan membicarakan
masalah bersama-sama.
”Aku
minta para petani memanggilku Emily saja, jangan panggil ibu karena kami
mitra,” ungkap Emily yang tak suka disebut pengusaha.
Dia
mengaku tidak akan meninggalkan pekerjaannya sebagai pengekspor beras organik.
Dia optimistis beras organik dari Indonesia bisa bersaing di pasaran
internasional. Buktinya, tambah Emily, dalam waktu dekat ini sudah ada
permintaan untuk mengekspor 19 ton beras organik ke Malaysia.
KESIMPULAN :
Seseorang jika ingin
sukses, maka dia harus mempunyai inisiatif untuk memunculkan usaha yang sesuai
dengan keadaan lingkungan sekitar dan diri sendiri. Dapat mengembangkan dan
menggunakan sesuatu yang ada di sekitar kita dengan semaksimal mungkin. Namun
yang tidak kalah penting adalah semangat pantang menyerah. Tidak bmudah putus
asa jika dalam berwirausaha menemui halangan.